Konferensi Asia-Afrika: Warisan Sejarah yang Tetap Relevan

Sep 01, 2024

|

Artikel Indonesia-Afrika ke-2

Indonesia Africa Forum (IAF) ke-2 dan Indonesia–Africa Parliamentary Forum (IAPF) yang berlangsung di Bali pada 1-3 September 2024 adalah sebuah forum yang bertujuan untuk memperkuat hubungan antara Indonesia dengan negara-negara Afrika. Forum ini menjadi wadah untuk melaksanakan kegiatan dialog politik, kerja sama ekonomi, dan pertukaran budaya.

Hubungan Indonesia dengan negara-negara Afrika, sesungguhnya telah terbangun sejak lama. Kerja sama ini juga tidak terlepas dari sejarah Konferensi Asia-Afrika (KAA) pada tahun 1955.

KAA adalah tonggak penting dalam sejarah hubungan internasional. Pertemuan para pemimpin negara-negara Asia dan Afrika ini melahirkan semangat solidaritas dan kerja sama antar negara berkembang dalam menghadapi tantangan kolonialisme dan neo-kolonialisme.

“Meskipun kita terpisah secara geografis, kesamaan nilai-nilai solidaritas dan kesetaraan yang berakar dari Semangat Bandung Konferensi Asia-Afrika tahun 1955 terus menyatukan kita," ujar Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi, pada pembukaan IAPF.

Relevansi Konferensi Asia-Afrika di Era Globalisasi

Konferensi Bandung menghasilkan sepuluh prinsip dasar yang dikenal sebagai Dasasila Bandung. Prinsip-prinsip ini antara lain menghormati hak asasi manusia, kedaulatan dan integritas wilayah, non-intervensi dalam urusan dalam negeri negara lain, dan kerjasama untuk perdamaian dan kesejahteraan bersama. 

Nilai-nilai universal yang terkandung dalam Dasasila Bandung tetap relevan hingga saat ini dan menjadi landasan bagi kerja sama internasional.

Dalam era globalisasi yang semakin kompleks, nilai-nilai yang diusung dalam Konferensi Asia-Afrika semakin relevan. Beberapa di antaranya:

Kerja Sama Indonesia dan Afrika

Hubungan diplomatik antara Indonesia dan negara-negara di Benua Afrika telah terjalin sejak lama, bahkan sebelum kemerdekaan dari kedua belah pihak. Ikatan tersebut kemudian semakin erat sejak penyelenggaraan KAA. 

Beberapa negara di Asia dan Afrika memiliki visi yang sama, yaitu ingin melawan imperialisme dan kolonialisme. Sejak saat itu, ikatan persahabatan dan kerja sama antara Indonesia dan Afrika terus tumbuh dan berkembang.

Potensi yang dimiliki Afrika, baik dari segi sumber daya alam maupun hal lainnya menjadi daya tarik tersendiri bagi Indonesia. Begitu pula sebaliknya, Afrika melihat Indonesia sebagai negara yang dapat membantu negara-negara di Afrika.

Hubungan yang semakin erat ini akhirnya membawa kerja sama ke tingkat yang lebih formal. Sebagai wujud dari kerja sama ini, Indonesia menjadi tuan rumah untuk IAF perdana pada tahun 2018 dan berlanjut ke event ke dua di tahun 2024.

Pelaksanaan IAF ke-2 mengangkat tema 'Semangat Bandung untuk Agenda 2063 Afrika'. Kegiatan ini menjadi momentum bagi Indonesia dan Afrika untuk terus mempererat hubungan. Pertemuan tersebut diharapkan menjadi landasan yang kuat untuk merealisasikan potensi dalam pembangunan bersama kedua negara ini.

Forum ini juga mempertemukan Visi Indonesia Emas 2045 yang selaras dengan Agenda Pembangunan Afrika 2063. Visi Indonesia Emas 2045 merupakan rencana jangka panjang yang bertujuan menjadikan Indonesia sebagai negara maju dan makmur pada peringatan 100 tahun kemerdekaannya. Visi ini berfokus pada empat pilar utama yaitu pembangunan sumber daya manusia, pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, pemerintahan yang kuat, dan pemerataan pembangunan, dengan harapan menjadikan Indonesia sebagai kekuatan global yang aktif dalam menjaga perdamaian dan stabilitas dunia.

Pada sisi lain, agenda Pembangunan Afrika 2063 adalah peta jalan strategis yang dirancang oleh Uni Afrika untuk mentransformasi benua tersebut menjadi wilayah yang mandiri, berdaulat, dan kompetitif di tingkat global.

"Karenanya hubungan Afrika dan Indonesia bukan hanya hubungan historis. Namun, juga tentang bagaimana mengeksplorasi peluang kerja sama di masa depan," jelas Puan Maharani, Ketua DPR RI saat membuka pertemuan IAPF di Bali.


Tag: